September 25, 2012

Berulang Purnama


Jariku-jariku semakin lentik saja menari, mengukir wajahmu yang telah purnama dalam ingatanku. Mungkin kau serupa Aisyah yang selalu dicintai Muhammad, atau hayati yang sering dipuja Zainuddin atau mungkin juga Laila yang mampu mencipta majnun dalam diri Qois. Tapi bagiku, kau lebih dari segalanya.
Bulan mengintip malu dicelah dedaunan, meski malam semakin pekat, sketsa wajahmu masih terang dalam ingatanku. Tenanglah, sebentar lagi lukisan wajahmu akan sempurna.
* * *
Purnama kesekian telah lahir. Dan seperti biasa, tak kan kubiarakan malam ini terlewatkan tanpa hadirmu. Telah kutitipkan salamku pada seorang santri putri sore tadi. Saat senja mulai memerah dan maghrib berkumandang, kuyakin kau telah menerimanya. Bisa kubayangkan wajahmu yang bersemu kemerahan atau sepasang lesung pipit yang tenggelam dikedua pipimu saat kau tersenyum girang menyambut salamku. Kau benar-benar telah mengkristal dan menyatu dalam memoriku.
            Aku melangkah tegas kebelakang teras mesjid usai isya’ kutunaikan. Masih sama seperti sebelumnya,lengang dan hanya wangi melati yang menemaniku mematung disini. Sembari menunggumu muncul dari bilik malam, kuhitung satu persatu bunga melati yang berhias indah disudut bangku taman belakang mesjid. Daun-daunnya ada yang menjuntai keatas membentuk pagar, ada sebagian kuncup melati pula yang ikut bertengger disana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar