September 26, 2012

Hati-hati duhai Hati

Dialog imaji antara pikiran dan hati.
Hati:Hey. Sedang musim semi sepertinya.
Pikiran:Ha? Ini bulan September. Musim Panas.
Hati:Hmm. Bukan itu maksudku.
Pikiran:Ah, aku mengerti. Cinta?
Hati:Iya. Kamu tak khawatir padaku?
Pikiran:Maksudmu?
Hati:Bagaimana bila tersemat nama seseorang padaku?
Pikiran:HEH! Jangan macam-macam kamu!
Hati:Hanya pengandaian. Bagaimana bila suatu waktu aku merasakan sesuatu?
Pikiran:Hati-hati duhai Hati. Bila kamu terjatuh, aku harus bekerja keras menggapaimu.
Hati:Aku akan baik-baik saja.
Pikiran:Hah. Sekarang kamu berkata begitu. Tapi nanti? Sekalinya kamu jatuh, semuanya jadi tampak benar. Sampai-sampai aku tak mampu menjadi aku.
Hati:Bukankah fitrah bila aku merasakan cinta?
Pikiran:Betul. Tapi kamu harus tahu, cinta itu menuntut. Menuntut untuk diungkapkan. Menuntut untuk disampaikan.
Hati:Sampaikan saja kalau begitu.
Pikiran:Sampaikan dengan meminang pemilik nama itu.
Hati:Bagaimana kalau belum siap untuk itu?
Pikiran:Tak perlu utarakan apa-apa.
Hati:Jadi, bila tersemat sebuah nama padaku, tidak akan disampaikan pada pemilik nama itu?
Pikiran:Hati, bila cinta bersemi, maka hal yang harus dilakukan adalah melamar pemilik nama itu, menikahi dia. Namun bila belum mampu, maka tak perlu utarakan apa yang kamu rasa.
Hati:Kenapa begitu?
Pikiran:Memang begitu. Itu yang terbaik bagi keduanya.
Hati:Tapi...
Pikiran:Ssssssttt!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar